Nama : Nafia Albashita Setyawan
Jurusan :
Teknik Informatika
Fakultas :
Ilmu Komputer
Cluster :
60
Mental Health is Important
Kesehatan mental sering
dianggap sepele oleh kebanyakan orang, terutama masyarakat Indonesia. Mereka
lebih menganggap kesehatan fisik lebih penting daripada mental. Faktanya, World
Health Organization (WHO) mendeskripsikan kesehatan sebagai suatu kesatuan
yang mencakupi fisik, mental, dan kesejahteraan. Apabila kesehatan mental
seseorang terganggu, ia akan mengalami gangguan suasana hati, kemampuan
berpikir menurun, hingga tidak bisa mengontrol emosinya.
Masyarakat menganggap sepele
kesehatan mental dikarenakan tingkat literasi kesehatan mental di Indonesia tergolong
rendah. Dita Rachmayani, Psikolog Universitas Brawijaya melakukan penelitian
terhadap 150 remaja pengguna internet pada tahun 2016 terkait pandangan mereka
mengenai kesehatan mental. Penelitian ini memetakan bahwa sekitar 52% remaja
memberikan pandangannya tentang gangguan jiwa secara umum. Beberapa masih menyebut
dengan istilah “stress”, “gila”, “cacat”, “berperilaku aneh”, dan “kelainan
yang tidak dapat disembuhkan”. Adanya stigma negatif dari masyarakat adalah bukti
dari kurangnya literasi kesehatan mental
di masyarakat.
Selain itu, stigma negatif dan
tidak peduli soal mental illness atau mental health membuat banyak
penderita mental illness takut dan memilih untuk tidak menceritakan
gangguan mental yang mereka alami. Mengutip artikel dari VOA Indonesia, Benny
Perwira seorang koordinator komunitas pencegahan bunuh diri Into The Light
mengatakan stigma buruk masih mengganjal di Indonesia. Karena hal ini penderita
gangguan jiwa malah merasa terasing dan tidak ada harapan. Fatalnya mereka
semakin takut untuk mencari bantuan dan berujung ingin bunuh diri.
Sebelum kita peka terhadap
keadaan sekitar, marilah menjaga kesehatan mental diri terlebih dahulu. Mengutip
dari artikel di Medium.com, pakar profesional kesehatan mental berbagi strategi
yang mereka gunakan saat berjuang menjaga kesehatan mental yang bisa dilakukan
sendiri. Yang pertama luangkan waktu untuk berkontemplasi diri, ketika mulai
terganggu dengan suatu pikiran coba renungkan apa yang menjadi pemicunya, mencoba
mencari solusinya. Kedua, luapkan emosi dengan menulis jurnal yang mampu
mendorong kita mengeksplorasi pikiran dan perasaan terhadap momen yang kita
hadapi. Lalu kenal batasan diri, mental pun butuh istirahat setelah dipakai
untuk berpikir sepanjang hari. Ingatlah kamu selalu punya support system,berceritalah
pada orang yang kamu percaya untuk menenangkan pikiran. Yang terakhir jauhkan
diri dari hal yang bisa menganggu kesehatan mental. Terkadang media sosial
menjadi sumber yang membuatmu tertekan, batasi dirimu dari hal yang membuatmu
menjadi negatif, unfollow atau unfriend orang yang membuatmu merasa
tidak baik.
Setelah kita menjaga diri ada
baiknya kita memerhatikan lingkungan sekitar. Pekalah pada kondisi orang-orang
yang ada di sekitarmu. Jika seseorang menceritakan masalahnya, dengarkan mereka
dan memberi semangat kepada orang tersebut, lebih-lebih kalau kamu bisa
memberikan solusi yang terbaik. Jangan pernah berkata, “Ah kamu masih mending.”
Mereka butuh pertolongan, bukan mau mengadu nasib.
Jangan takut untuk bercerita
dan jangan mengabaikan orang yang bercerita. Tidak masalah untuk tidak
baik-baik saja, tidak ada yang salah dengan sedih, tidak ada yang salah dengan menangis.
Kita semua perlu kecewa untuk merasakan apa arti bahagia yang sebenarnya.
uhhhh kalo penulis emang cepet gitu yaaa
BalasHapusbiar gak dihantui deadline~
HapusTumben bahas mental.. ��
BalasHapusPgn jd psikopat
Hapus